Senin, 10 Desember 2012

akhlak terhadap diri sendiri


Akhlak Terhadap Diri Sendiri
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah untuk beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan semua yang ada untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat membeci manusia yang melakukan tindakan merusak yang ada. Maka karena Allah SWT membenci tindakan yang merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan perbuatan itu, dia sadar bahwa jika melakukan per buatan terlarang akan berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya.
Arti akhlak secara istilah sebagai berikut; Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali (1015-1111 M) mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Secara umum akhlak atau perilaku/perbuatan manusia terbagi menjadi dua; pertama; akhlak yang baik/mulia dan kedua; aklak yang buruk/tercela.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian akhlak terhadap diri sendiri!
2. Jelaskan macam – macam akhlak terhadap diri sendiri!
3. Jelaskan bentuk-bentuk akhlak terpuji terhadap diri sendiri!
C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang akhlak terhadap diri sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.
Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis. Misalnya kita melakukan hal-hal yang bisa membuat tubuh kita menderita. Seperti; terlalu banyak bergadang, sehingga daya tahan tubuh berkurang, merokok, yang dapat menyebabkan paru-paru kita rusak, mengkonsumsi obat terlarang dan minuman keras yang dapat membahyakan jantung dan otak kita. Untuk itu kita harus bisa bersikap atau beraklak baik terhadap tubuh kita. Selain itu sesuatu yang dapat membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri, dengki , munafik dan lain sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa kita, semua itu merupakan penyakit hati yang harus kita hindari. Hati yang berpenyakit seperti iri dengki munafiq dan lain sebagainya akan sulit sekali menerima kebenaran, karena hati tidak hanya menjadi tempat kebenaran, dan iman, tetapi hati juga bisa berubah menjadi tempat kejahatan dan kekufuran.
Untuk menghindari hal tersebut di atas maka kita dituntut untuk mengenali berbagai macam penyakit hati yang dapat merubah hati kita, yang tadinya merupakan tempat kebaikan dan keimanan menjadi tempat keburukan dan kekufuran. Seperti yang telah dikatakan bahwa diantara penyakit hati adalah iri dengki dan munafik. Maka kita harus mengenali penyakit hati tersebut.
Dengki. Orang pendeki adalah orang yang paling rugi. Ia tidak mendapatkan apapun dari sifat buruknya itu. Bahkan pahala kebaikan yang dimilikinya akan terhapus. Islam tidak membenarkan kedengkian. Rasulullah bersabda: “Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “hati-hatilah pada kedengkian kaerena kedengkian menghapuskan kebajikan, seperti api yang melahap minyak.” (H.R. Abu Dawud)
ΓΌMunafiq. Orang munafiq adalah orang yang berpura-pura atau ingkar. Apa yang mereka ucapkan tidak sama dengan apa yang ada di hati dan tindakannya. Adapun tanda-tanda orang munafiq ada tiga.
Hal ini dijelaskan dalam hadits, yaitu:
Dari Abu hurairoh r.a. Rasulullah berkata: ” tanda-tanda orang munafiq ada tiga, jika ia berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.” (H.R. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan an-Nisa’i)
B. Macam – macam akhlak terhadap diri sendiri
1. Berakhlak terhadap jasmani.
a. Menjaga kebersihan dirinya
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan kebersihan secara menyeluruh meliputi pakaian dan juga tubuh badan. Rasulullah memerintahkan sahabat-sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih, baik dan rapi terutamanya pada hari Jum’at, memakai wewangian dan selalu bersugi.
b. Menjaga makan minumnya.
Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampau di tegah dalam Islam. Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, satu pertiga untuk minuman, dan satu pertiga untuk bernafas.
c. Tidak mengabaikan latihan jasmaninya
Riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah, diri, keluarga, masyarakat dan sebagainya, dalam artikata ia tidak mengabaikan kewajiban sembahyang, sesuai kemampuan diri, menjaga muruah, adat bermasyarakat dan seumpamanya.
d. Rupa diri
Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak pernah mengizinkan budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan seumpamanya. Islam adalah agama yang mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik. Sesetengah orang yang menghiraukan rupa diri memberikan alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawadhuk. Ini tidak dapat diterima karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawadhuk tidak melakukan begitu. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak melampau dan takabbur.
2. Berakhlak terhadap akalnya
a. Memenuhi akalnya dengan ilmu
Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambi sesuatu yang memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya membangun potensi akal hingga ke tahap maksimum, salah satu cara memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu.
Ilmu fardh ‘ain yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan karena ilmu ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Pengabaian ilmu ini seolah-olah tidak berakhlak terhadap akalnya.
b. Penguasaan ilmu
Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan kealfaan ummat terhadap pengabaian penguasaan ilmu ini.
Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya, tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan juga sejarah Islam, hukum hakam ibadat serta muamalah.
Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkap pikirannya kepada segala bentuk ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Abdullah bin Zubair adalah antara sahabat yang memahami kepentingan menguasai bahasa asing, beliau mempunyai seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan, dan apabila berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.
3. Berakhlak Terhadap Jiwa
Manusia pada umumnya tahu sadar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu juga dengan jiwa. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan jiwa dari kotorannya, antaranya:
a. Bertaubat
b. Bermuqarabah
c. Bermuhasabah
d. Bermujahadah
e. Memperbanyak ibadah
f. Menghadiri majlis Iman
C. Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain :
1). Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
2). Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
3). Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
4). Shidiq, artinya benar atau jujur. Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, yaitu benar hati, benar perkataan dan benar perbuatan.
5). Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rosulullah SAW bersabda bahwa “ tidaj (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji.” ( HR. Ahmad )
6). Istiqamah, yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya.”
7). Iffah, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.
8). Pemaaf, yaitu sikap suka member maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.

B.     Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri
1. Berakhlak terhadap jasmani:
- jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
- tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
- menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
2. Berakhlak terhadap akalnya:
- memperoleh banyak ilmu
- dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
- membantu orang lain
- mendapat pahala dari Allah SWT
3. Berakhlak terhadap jiwa:
- selalu dalam lindungan Allah SWT
- jauh dari perbuatan yang buruk
- selalu ingat kepada Allah SWT






BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau rohani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.
Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri yaitu dengan sabar, shidiq, tawaduk, syukur, istiqamah, iffah, pemaaf dan amanah.
B. Saran
Demikian makalah ini kami susun, semoga dengan membaca makalah ini dapat dijadikan pedoman kita dalam melangkah dan bias menjaga akhlak terhadap diri sendiri. Apabila ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf yang setulus-tulusnya.
ADAB-ADAB TERHADAP DIRI SENDIRI
Bersama ini dikirimkan bahan tazkirah sebagai santapan rohani agar ia menjadi iktibar dan peringatan kepada kita.
1. Menjaga kebersihan secara menyeluruh dengan cara mandi dan menyucikan diri.
2. Memotong kuku tangan dan kaki sekali setiap minggu. Janganlah memanjangkannya walaupun sebahagian darinya kerana dikuatiri tersimpan najis dan perbuatan demikian menyerupai haiwan yang buruk.
3. Memotong rambut setiap kali ia panjang, menjaga kebersihannya dan menyisirnya selalu, yakni jangan pula sampai berlebih-lebihan (tidak membiarkannya dan tidak pula menunpukan perhatian kepadanya)
4. Mengutamakan bahagian kanan, yakni mendahulukan kanan dalam semua perkara yang mulia, seperti ketika mandi, berwuduk, menghormat, berjabat tangan. memakai pakaian atau kasut, memotong kuku, mengambil dan menerima pemberian, makan dan minum. Mengutamakan bahagian kiri yakni perkara yang tidak mulia, seperti membuang ingus, meludah, menanggalkan pakaian dan kasut beristinjak, dan menyentuh aurat. Daripada Aisyah katanya, Rasulullah s.a.w menggunakan tangan kanan untuk bersuci dan makan, sedangkan tangan kiri untuk bersuci dan yang kotor-kotor.

5. Jangan menghadap kiblat ketika meludah, membuang ingus dan kahak, tapi hendaklah ke arah kiri dan pada saputangan yang khusus supaya tidak mengganggu orang lain.
6. Mengalihkan wajah ketika bersin dari muka manusia, dan dari makanan dan minuman agar percikan ingus tidak mengenai orang lain, dan meletakkan saputangan atau tangan ke mulut, memperlahankan suaranya sedapat mungkin. Daripada Abi Hurairah katanya, Apabila Rasulullah s.a.w bersin, beliau meletakkan tangannya di mulutnya dan dengannya suaranya
menjadi tidak kuat
7. Memuji Allah sesudah bersin.
8. Orang yang bersin dan memuji Allah hendaklah dijawab dengan (yarhamukallah) dan orang yang bersin pula menjawabnya dengan doa yang berikut (yahdikumullahu wa yushlihu balakum)
9. Meletakkan tangan di mulut ketika menguap untuk menutup pandangan yang tidak layak ketika mulut terbuka, juga untuk menghalang sesuatu masuk ke dalam mulut. Juga disuruh mengurangkan suaranya, dan jika dapat, jangan sampai mengeluarkan suara. Selepas menguap hendaklah beristighfar kepada Allah kerana menguap adalah bukti kemalasan. Oleh itu Allah tidak menyukainya dan menyatakan bahawa ia disebabkan syaitan.
Dari Abu Hurairah bahawa nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah suka akan bersin dan benci akan menguap. Jika salah seorang kamu bersin dan memuji Allah hendaklah orang Islam yang mendengarnya mengucapkan ''Yarhamukallah'' .Adapun menguap adalah dari syaitan, jadi jika salah seorang dari kamu menguap maka hendaklah ia mengembalikannya sedapat mungkin
kerana apabila kamu menguap, syaitan ketawa melihatnya."
10. Berusaha tidak bersendawa, menghindari makanan yang menyebabkan sendawa atau makanan yang membanyakkannya. Dan jika tidak dapat dihindari, bersendawalah dengan suara yang ringan, kemudian bacalah istighfar sesudah sendawa. Daripada Abu Juhaifah katanya,"Aku memakan kepingan roti dan daging kemudian aku mendatangi nabi lalu aku sendawa. Beliau bersabda, pendekkan sendawamu kerana sesungguhnya orang yang paling lapar pada Hari
kiamat kelak ialah orang yang paling kenyang di dunia."
11. Mengingat Allah dan bersyukur kepadaNya ketika berkaca (melihat wajah di cermin) kemudian berdoa dengan doa yang warid dari nabi : ''Segala puji bagi Allah, sebagaimana engkau elokkan kejadian aku maka elokkanlah akhlakku."
12. Menggunakan telefon bila perlu sahaja, bukan untuk bermain-main, bergurau atau untuk mengejutkan orang lain, dan bertelefonlah pada waktu-waktu yang sesuai, awali percakapan dengan salam, mengenalkan diri, kemudian menyebut maksud.
13. Membiasakan diri dengan amal yang salih, seperti beribadah, bersedekah, sembahyang unat, menghampirkan diri kepada Allah, berzikir dan membaca Al-Quran. Jangan meninggalkan demikian kerana malas, enggan atau kesibukan dunia. Daripada Aisyah katanya, amalan yang disukai Rasulullah ialah amalan yang terus menerus dilakukan seseorang.
14. Meninggalkan berlebihan dalam segala suatu, tidak melakukan suatu yang tidak berguna, selalu memperbaiki diri dan berusaha memperbaikinya. Daripada Abu Hurairah katanya, Rasulullah bersabda ''Sebahagian tanda kebagusan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak dimaksudnya.

15. Memberi nasihat kepada orang yang mengenali kebaikan, yakni dengan nasihat yang baik bagi orang itu samaada pada agamanya atau dunianya.
16. Menerima nasihat orang lain, mahu mengakui kebenaran dan kembali semula kepadanya, juga mengakui kesalahan diri sendiri jika memang benar sudah salah, dan jangan berterusan padanya, kerana kebenaran itu ialah barang orang mukmin yang hilang, yang terus dicarinya dan akan berterima kasih kepada orang yang menyerahkannya kepadanya serta memuji
setiap orang yang sudi memberi nasihat.
17. Membiasakan hidup sederhana, mensyukuri yang sedikit, dan meninggalkan hidup bermewah-mewah dan bersenang-senang di dunia kerana sifat itu menjauhkan diri dari takbur dan ujub serta selamat dari sifat sombong, memuji-muji diri dan angkuh. Dari Aisyah katanya,"Tikar Rasulullah s.a.w diperbuat dari kulit yang disamak setelah dipenuhi dengan sabut."
18. Ikhlas kerana Allah dalam semua pekerjaan, menjadikan matlamat utama dari kehidupan sebagai syiar orang mukmin yang diletakkannya di hadapan dan terus menerus mengulang-ulang sebutan ''Oh Tuhanku, Engkaulah tujuanku, dan Redamulah yang ku cari''.
Adab Terhadap Diri Sendiri
Kaum muslimin percaya bahwa kebahagian di dunia dan akhirat bergantung pada perilaku dan adab terhadap diri sendiri dan pada kesucian serta kebersihan jiwa. Begitu juga dengan kesengsaraan disebabkan kerosakan dan kekotoran jiwa hal ini nyata dalam firman Allah :
“ Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”
( Asy-Syam [ 91] 9-10)
Rasullullah bersabda :
“ Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bila melakukan sesuatu dosa terjadilah bintik hitam dalam hatinya. Bila dia bertaubat dan menghentikan dosanya dan mencela perbuatannya, hatinya akan bersinar kembali, dan apabila dosanya bertambah, akan bertambah pula bintik hitam itu hingga hatinya akan tertutup….”
( Nasa’i dan Tarmizi, hadis hasan sahih)
Oleh yang demikian kaum muslim haruslah berusaha menjaga dirinya dengan membersih dan menyucikan jiwanya. Kerana jiwa yang suci dan bersih dapat menjauhkan diri dari melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk dan boleh merosakkan. Beberapa langkah yang perlu di lalui untuk mencapai kesucian jiwa iaitu :
a.      Taubat
Taubat yang bermaksud menyucikan diri dari dosa dan maksiat, menyesali segala dosa yang telah dilakukan dan berazam untuk tidak mengulangi. Seperti firman Allah yang bermaksud:
“ Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang seikhlas-ikhlasnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai….”
(at-Tahrim[66] : 8)
Dan sabda Rasullullah :
“ Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah kerana aku bertaubat setiap hari seratus kali ”
( Muslim )
b. Muraqabah ( Pengawasan )
Umat Islam sentiasa merasakan setiap perbuatan dan pergerakan diawasi oleh Allah. Sehingga mereka yakin bahawa Allah sentiasa memerhatikan dan megetahui segala yang nyata mahupun tersembunyi.Dengan keyakinan itulah manusia merasakan jiwanya tenang mengingati Allah dan puas mendampingiNYA. Ia di nyatakan dalam firman Allah :
“ Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan .....”
( an-Nisa [4] : 125 )
Rasullullah juga bersabda :
” Beribadahlah kamu kepada Allah seperti kamu melihat-NYA, apabila kamu tidak melihat Allah, sesungguhnya Dia melihatmu ......”
(Muttafaq ’alaih)

c. Muhassabah

Melakukan perhitungan terhadap diri sendiri di atas apa yang telah dilakukan demi mengecapi kebahagian di dunia dan akhirat. Sentiasa membuat perhitungan dengan apa yang telah dilakukan. Andainya apa yang dilakukan adalah perkara-perkara yang dilarang, maka mestilah segera beristigfar menyesali perbuatan dan segera bertaubat dan membuat kebaikan. Inilah yang dimaksudkan dengan muhassabah terhadap diri sendiri.Ianya satu cara memperbaiki, mendidik, menyuci dan membersihkan diri

Allah berfirman :

“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah dilakukannya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ”
(al-Hasyr [59] : 18)

d. Mujahadah (Berjuang Melawan Hawa Nafsu)

Hawa Nafsu adalah musuh yang paling besar bagi setiap individu Islam. Hawa nafsu hanya cenderung untuk melakukan kejahatan dan menjauhi kebaikan.

Allah telah berfirman :

“ Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.....”
(Yusuf [12] : 53 )

Sebagai umat Islam seharusnya kita berjuang untuk melawan hawa nafsu jangan sampai ianya menguasai diri kita. Didiklah nafsu agar tenang dan tenteram serta suci dan bersih. Allah berfirman :

“ Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(al-Ankabut : 69)


Sebagai umat Islam kita mestilah sentiasa berjuang di jalan Allah demi memastikan nafsu terkawal, baik, bersih, suci dan tenteram serta memperolehi kemuliaan dan keredhaan dari Allah S.W.T.